ANEMIA
HEMOLITIK AUTOIMUN
Penyakit
autoimun di masyarakat mencapai 5-7% dan seringkali merupakan penyakit kronik.
Kelainan imunologi yang terjadi merupakan gambaran suatu penyakit yang
heterogen yang dapat dikelompokkan dalam penyakit sistemik (misalnya arthritis
reumatoid) dan penyakit organ spesifik (misalnya anemia hemolitik autoimun).
Angka
kejadian tahunan anemia hemolitik autoimun dilaporkan mencapai 1 per 100.000 orang
pada populasi secara umum. Anemia hemolitik autoimun merupakan kondisi yang
jarang dijumpai pada masa anak-anak, kejadiannya mencapai 1 per 1 juta anak dan
bermanifestasi primer sebagai proses ekstravaskuler.
A. Definisi
Hemolisis adalah kerusakan sel darah merah pada sirkulasi sebelum 120
hari (umur eritrosit normal). Hemolisis mungkin asymptomatic, tapi bila
‘eritropoesis’ tidak dapat mengimbangi kecepatan rusaknya sel darah merah dapat
terjadi anemia. (Gurpreet, 2004)
Autoimmune hemolytic anemia (AIHA) adalah suatu kondisi dimana imunoglobulin
atau komponen dari sistem komplemen terikat pada antigen permukaan sel darah
merah dan menyebabkan pengrusakan sel darah merah melalui Sistem Retikulo
Endotelial (SRE). Antibodi yang khas pada AIHA antara lain IgG, IgM atau IgA
dan bekerja pada suhu yang berbeda-beda. (Lanfredini, 2007)
AIHA tipe hangat diperantarai IgG, yang mengikat sel darah merah secara
maksimal pada suhu 37oC. Pada AIHA tipe dingin diperantarai oleh IgM
(cold aglutinin), yang mengikat sel darah merah pada suhu yang rendah (0 sampai
4oC).
AIHA tipe hangat lebih sering dijumpai dari pada tipe dingin. Wanita
lebih sering terkena daripada laki-laki.
Direct Coomb’s tes dapat menunjukkan adanya antibodi atau komplemen pada
permukaan sel darah merah dan merupakan tanda dari autoimun hemolisis.
|
B.
Etiologi
Pada sebagian besar kasus, fungsi imun yang abnormal dapat menyebabkan
tubuh menyerang sel darah merah yang normal. Beberapa penyebab tidak normalnya
system imun antara lain:
1.
Obat-obatan:
-
Alpha-methyldopa
-
L-dopa
2.
Infeksi
-
Infeksi virus
-
Mycoplasma
pneumonia
3.
Keganasan
-
Leukemia
-
Lymphoma (Non-Hodgkin’s tapi kadang juga pada
Hodgkin’s)
4.
Penyakit Collagen-vascular (autoimun) misal: Lupus
Kerusakan sel eritrosit pada anak maupun dewasa
sering disebabkan oleh adanya mediator imun, baik autoimun maupun aloimun
antibodi. Berbagai faktor yang berperan dalam proses kerusakan eritrosit :
1.
Antigen sel eritrosit
2.
Antibodi-anti sel eritrosit
3.
Komponen non imunoglobulin, misalnya protein komplemen
serum
4.
Sistem fagosit mononuklear, khususnya reseptor fc pada
makrofag limpa
C. Klasifikasi
Gambaran klinis anemia hemolitik autoimun dikelompokkan
berdasar autoantibodi spesifik yang dimilikinya atau reaksi warm atau cold
yang terjadi.
Klasifikasi anemia hemolitik autoimun :
1.
Warm reactive antibodies
a. Primer
(idiopatik)
b. Sekunder :
1). Kelainan limfoproliferatif
2). Kelainan autoimun (Sistemik lupus
eritematosus/SLE)
3). Infeksi mononukleosis
c. Sindroma evan
d. HIV
2. Cold reactive antibodies
a. Idiopatik (Cold
agglutinin diseases)
b. Sekunder :
1). Atipikal atau pneumonia mikoplasma
2). Kelainan limfoproliferatif
3). Infeksi mononukleosis
3. Paroxysmal cold hemoglobinuria
(PCH)
a.
Sifilis
b.
Pasca
infeksi virus
4. Drug induce hemolytic anemia
a.
Hapten
mediated
b.
Imun
komplek (kinin)
c.
True
autoimmune anti RBC type
d.
Metabolite
driven
D. Gambaran
Klinis
Gejala dan
tanda yang timbul
tidak tergantung dari beratnya anemia tetapi juga proses hemolitik yang
terjadi.
Anemia
hemolitik autoimun menunjukkan gejala berupa mudah lelah, malaise, demam,
ikterus dan perubahan warna urine. Seringkali gejala disertai dengan nyeri abdomen
dan gangguan pernafasan. Tanda-tanda lain yang ditemukan ialah hepatomegali dan
splenomegali. Gambaran klinis anemia hemolitik dengan antibodi tipe warm
berupa pucat, ikterik, splenomegali dan anemia berat. Dua per tiga dari kasus
dihubungkan dengan IgG, merupakan antibodi langsung yang bereaksi terhadap
antigen sel eritrosit dari golongan Rh.
Berbeda
dengan IgG autoantibodi, IgM pada cold reactive antibody tidak
menimbulkan kerusakan secara langsung terhadap sel retikuloendotelial pada
sistem imun.
E. Pemeriksaan Penunjang
Gambaran
darah tepi menunjukkan adanya proses hemolitik berupa sferositosis, polikromasi
maupun poikilositosis, sel eritrosit berinti, retikulositopeni pada awal
anemia.
Kadar
hemoglobin 3-9 g/dL, jumlah leukosit bervariasi disertai gambaran sel muda
(metamielosit, mielosit dan promielosit), kadang disertai trombositopeni.
Gambaran
sumsum tulang menunjukkan hiperplasi sel eritropoitik normoblastik.
Kadar
bilirubin indirek meningkat.
Pemeriksaan Direct
Antiglobulin Test (DAT) atau lebih dikenal dengan Direct Coomb’s test menunjukkan adanya
antibodi permukaan / komplemen permukaan sel eritrosit. Pada pemeriksaan ini
terjadi reaksi aglutinasi sel eritrosit pasien dengan reagen anti IgG
menunjukkan permukaan sel eritrosit mengandung IgG (DAT positif).
|
F. Penatalaksanaan
Penderita
dengan anemia hemolitik autoimun IgG atau IgM ringan kadang tidak memerlukan
pengobatan spesifik, tetapi kondisi lain di mana terdapat ancaman jiwa akibat
hemolitik yang berat memerlukan pengobatan yang intensif.
Tujuan
pengobatan adalah mengembalikan nilai-nilai hematologis normal, mengurangi
proses hemolitik dan menghilangkan gejala dengan efek samping minimal.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan :
1. Kortikosteroid
Penderita dengan anemia
hemolitik autoimun karena IgG mempunyai respon yang baik terhadap pemberian
steroid dengan dosis 2-10mg/kgBB/hari.
Bila proses hemolitik menurun dengan disertai peningkatan kadar Hb (monitor
kadar Hb dan retikulosit), maka dosis kortikosteroid diturunkan secara
bertahap.
Pemberian kortikosteroid
jangak panjang perlu mendapat pengawasan terhadap efek samping, dengan monitor
kadar elektrolit, peningkatan nafsu makan, kenaikan berat badan, gangguan
tumbuh kembang, serta risiko terhadap infeksi.
2. Gammaglobulin
intravena
Pemberian gammaglobulin
intravena dengan dosis 2g/kgBB pada penderita anemia hemolitik autoimun dapat
diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid.
3. Tranfusi
Darah
Pada umumnya, anemia hemolitik
autoimun tidak membutuhkan tranfusi darah. Tranfusi sel eritrosit diberikan
pada kadar hemoglobin yang rendah, yang disertai dengan tanda-tanda klinis
gagal jantung dengan dosis 5ml/kgBB selama 3-4jam.
4. Plasmafaresis
atau Tranfusi Tukar
Plasmafaresis untuk pengobatan
anemia hemolitik autoimun yang disebabkan oleh IgG kurang efektif bila
dibandingkan dengan hemolitik yang disebabkan oleh IgM meskipun sifatnya hanya
sementara
5. Splenektomi
Penderita yang tidak responsif
terhadap pemberian kortikosteroid dianjurkan untuk splenektomi. Tetapi
mengingat komplikasi splenektomi (seperti sepsis), maka tindakan ini perlu
dipertimbangkan.
Tapahapan pecegahan aiha apa?
BalasHapus